Dalam rangka menciptakan lingkungan kampus yang aman, nyaman, dan kondusif, STIKOM Yos Sudarso telah menginisiasi pembentukan Satgas 4A dan PPKS. Satgas ini dirancang untuk mencegah dan menangani kasus korupsi, bullying, intoleransi, dan kekerasan seksual yang mungkin terjadi di lingkungan kampus. Pembentukan Satgas ini merupakan langkah penting dalam menjaga keamanan dan kenyamanan sivitas akademika, serta menanamkan nilai-nilai kemanusiaan dan saling menghormati di kampus.
Salah satu fokus utama dalam kegiatan sosialisasi Satgas PPKS adalah Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS). Sosialisasi ini dipimpin oleh Bu Monika Gisthi Secaresmi, S.S., M.Pd, yang menjelaskan pentingnya pemahaman mendalam tentang kekerasan seksual, yang meliputi pemerkosaan, pelecehan seksual, eksploitasi seksual, hingga penyiksaan seksual. Selain itu, tindakan intimidasi seksual, pemaksaan kehamilan, dan perdagangan perempuan untuk tujuan seksual juga dibahas sebagai bentuk kekerasan seksual yang sering tidak disadari.
Satgas PPKS memiliki dua tim utama: Tim Pansel, yang bertugas menyeleksi anggota Satgas dan membentuk strukturnya, dipimpin oleh Ibu Diwahana Mutiara Chandrasari, M.Kom, serta Tim Satgas, yang diketuai oleh Bu Monika Gisthi Secaresmi, S.S., M.Pd. Tim Satgas bertanggung jawab atas edukasi, pencegahan, dan penanganan kasus kekerasan seksual, serta berkolaborasi dengan berbagai pihak internal dan eksternal kampus untuk memastikan lingkungan kampus bebas dari kekerasan seksual.
Perundungan (Bullying) juga menjadi perhatian utama dalam pembentukan Satgas ini, mengingat dampak psikologis serius yang bisa ditimbulkannya, seperti trauma dan depresi. Sesi edukasi Satgas 4A menyoroti pentingnya mendukung korban bullying dan mencegah segala bentuk intoleransi yang dapat memecah belah komunitas kampus.
Dalam wawancara, Suhertinah, S.Kom, mengungkapkan bahwa salah satu tantangan terbesar dalam implementasi kebijakan 4A di kampus adalah minimnya laporan kasus kekerasan seksual. "Dari sisi dosen dan karyawan belum banyak laporan kasus," ujarnya. Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya sosialisasi yang lebih intensif agar korban merasa nyaman untuk melapor. Ia juga menekankan perlunya Standard Operating Procedure (SOP) yang jelas dalam penanganan kasus-kasus tersebut.
Untuk memperkuat pencegahan, narasumber menyarankan peningkatan sosialisasi melalui penyebaran poster dan edukasi rutin terkait pentingnya melaporkan kasus perundungan, kekerasan seksual, korupsi, dan intoleransi. “Jangan dianggap remeh,” katanya. Selain itu, dosen dan tenaga pendidik diharapkan terus belajar agar dapat menangani kasus-kasus ini dengan lebih baik dan mensosialisasikannya kepada mahasiswa.
Narasumber juga menyoroti tantangan di era digital, dimana akses informasi negatif semakin mudah dan mempengaruhi perilaku mahasiswa. Meski demikian, dengan adanya aturan yang lebih tegas seperti Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021, serta sosialisasi yang intensif, Monika Gisthi Secaresmi optimis bahwa lingkungan kampus yang aman dan bebas dari kekerasan seksual dapat tercipta.
Harapan besar juga disampaikan Monika Gisthi Secaresmi dan Suhertinah agar seluruh sivitas akademika STIKOM Yos Sudarso terus proaktif dalam melaporkan dan mencegah kasus-kasus kekerasan seksual, bullying, intoleransi, dan korupsi. Dengan kerja sama dan kesadaran bersama, lingkungan kampus yang aman, nyaman, serta menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dapat terwujud.
Penulis : Martina Novilia Letek